Sobat Enviplaners, Pada tulisan kali ini kami akan berbagi informasi dan wawasan mengenai “Persetujuan Teknis” atau yang biasa disingkat PERTEK, yang mana dokumen Pertek ini telah menjadi kelengkapan teknis dalam penyusunan dokumen lingkungan seperti AMDAL dan UKL-UPL.
Untuk SPPL tidak dibutuhkan Pertek karena sifatnya hanya surat pernyataan dari pelaku usaha dan hanya untuk kegiatan-kegiatan skala kecil.
Terkait dengan Persetujuan Teknis atau Pertek, memang ini adalah sebuah Instrumen baru yang dimasukan dalam tahapan pengurusan Persetujuan Lingkungan baik itu melalui AMDAL ataupun UKL-UPL. Sehingga hal ini tidak jarang menjadi suatu kebingungan tersendiri bagi pelaku usaha.
Persetujuan Teknis dalam AMDAL dan UKL-UPL mulai efektif diaplikasikan sejak berlakunya PP nomor 22 tahun 2021 tentang penyelenggaraan Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yang tertuang dalam Pasal 43 ayat 2 dan Pasal 57 ayat 3. Dalam aturan tersebut juga disebutkan beberapa jenis Persetujuan Teknis, diantaranya;
-
Pertama, Persetujuan Teknis Pemenuhan Baku Mutu Air Limbah, ini bagi kegiatan yang menghasilkan air limbah dari kegiatan produksi ataupun dari kegiatan domestik karyawannya
-
Kedua, Persetujuan Teknis Pemenuhan Baku Mutu Emisi, ini bagi kegiatan yang menghasilkan emisi atau gas buang dari proses produksi yang melibatkan pemanasan atau pembakaran bahan bakar.
-
Ketiga, Pengelolaan Limbah B3 atau Bahan Berbahaya Beracun. Bagi kegiatan yang hanya melakukan penyimpanan sementara ini biasanya disusun dalam bentuk Rincian Teknis penyimpanan Limbah B3
-
Analisis mengenai dampak lalu lintas atau yang sering dikenal dengan kajian ANDALALIN
Tidak setiap kegiatan diwajibkan untuk memiliki semua Pertek tersebut diatas. Misalnya jika suatu kegiatan usaha tidak menghasilkan emisi atau gas buang dari aktifitas produksinya, maka kegiatan tersebut tidak perlu mengurus Persetujuan Teknis Pemenuhan Baku Mutu Emisi.
Jadi harus disesuaikan lagi ya dengan proses produksi yang berlangsung. Khusus untuk ANDALALIN karena merupakan bidang perhubungan darat, maka terkait kebutuhan dokumen ini perlu mendapatkan arahan dari Dinas Perhubungan setempat.
Secara lebih detail mengenai tata cara penyusunan dokumen Persetujuan lingkungan untuk pemenuhan baku mutu air limbah dan pemenuhan baku mutu emisi, dijelaskan dalam aturan PermenLHK No.5 tahun 2021 Tentang Tata Cara Penerbitan Persetujuan Teknis Dan Surat Kelayakan Operasional Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, sementara untuk pengelolaan limbah B3 dijelaskan secara rinci dalam Permen LHK No. 6 Tahun 2021 tentang tata cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun.
Jadi, Pertek saat ini telah menjadi syarat administrasi yang perlu dilengkapi terlebih dahulu di awal sebelum mendapatkan persetujuan lingkungan.
Sama halnya dengan syarat administrasi lainnya seperti Nomor Induk Berusaha (NIB), Akta Pendirian Perusahaan, Sertifikat kepemilikan lahan dan/atau bangunan, Keterangan kesesuaian tata ruang atau PKKPR, dan berbagai syarat administrasi lainnya yang harus dimiliki terlebih dahulu sebelum melangkah ke tahapan pengajuan persetujuan lingkungan.
Perlu untuk diketahui juga bahwa sebelum era berlakunya PP 22 tahun 2021, kita memang belum familiar atau bahkan belum mengenal istilah Pertek atau Persetujuan Teknis. Hal ini karena penyusunan dokumen lingkungan di era sebelumnya baik itu AMDAL atau UKL-UPL dianggap sudah memuat seluruh kajian pengelolaan limbah, emisi, limbah B3 dan lalu lintas secara ideal.
Seiring waktu, dokumen AMDAL atau UKL-UPL bagi para pakar dinilai masih cukup dangkal dalam hal kajian dampak, dan bahkan terkesan seperti dokumen yang merangkum hal-hal administratif saja.
Untuk itulah dilakukan revisi terhadap peraturan lingkungan hingga terbitlah PP 22 Tahun 2021 dan kemudian disusul dengan PermenLHK No.5 tahun 2021 dan PermenLHK No.6 tahun 2021 yang memuat kewajiban penyertaan Pertek untuk mendapatkan persetujuan lingkungan.
Dalam beberapa peraturan terbaru yang terbit tahun 2021 tersebut sangat jelas terlihat semangat Pemerintah Pusat dalam hal ini KementrianLHK untuk membuat kajian pengelolaan dampak lingkungan yang lebih detail, komprehensif, terutama untuk dampak-dampak lingkungan yang utama atau primer seperti air limbah, emisi, dan limbah B3.
Masing-masing dampak primer tersebut dibuat kajian pegelolaannya dalam dokumen tersendiri yang terpisah dari dokumen AMDAL dan UKL-UPL. Dokumen itulah yang kini dengan dokumen Pertek yang terdiri dari beberapa jenis yang sudah disebutkan sebelumnya.
Masing-masing dokumen Pertek itu akan dilakukan penilaian di instansi lingkungan hidup daerah atau kementrian hingga mendapatkan rekomendasi persetujuan teknis.
Setelah diperoleh rekomendasi atas Pertek tersebut barulah kemudian bisa diintegrasikan ke dalam dokumen AMDAL, UKL-UPL yang sedang disusun.
Meskipun kebijakan ini akhirnya melahirkan juga pro kontra. Di satu sisi keberadaan Pertek ini dinilai akan semakin memperkuat kajian dampak lingkungan dan meningkatkan ketaatan pelaku usaha pada komitmen pengelolaan lingkungan hidup.
Namun disisi lain, keberadaan Pertek ini dinilai akan semakin memperpanjang rantai birokrasi sehingga dampaknya penerbitan perizinan berusaha menjadi lebih lama. Hal ini tentunya tidak sejalan dengan visi kemudahan investasi yang ramai digaungkan.
Selanjutnya setelah Pertek disetujui dan mendapatkan rekomendasi oleh instansi lingkungan hidup daerah atau kementrian, maka prosesnya akan dilanjutkan dengan pengurusan SLO atau Sertifikat Laik Operasional.
Ini untuk memastikan bahwa unit pengelolaan limbah atau unit pengelolaan emisi yang sudah direncanakan dalam dokumen Persetujuan Teknisnya, telah benar-benar dibuat sesuai rencana teknis dan sudah dipastikan dalam masa uji coba unit pengelolaan tersebut dapat berfungsi dengan baik.
Proses mendapatkan SLO ini juga akan dipantau oleh instansi lingkungan hidup setempat atau kementrian. Hal ini penting untuk memastikan kepatuhan pelaku usaha dalam menjalankan pengelolaan lingkungan.
Dalam praktiknya Pertek biasanya disusun bersamaan dengan penyusunan dokumen AMDAL atau UKL-UPL, atau bisa juga diurus secara terpisah jika kegiatan tersebut sudah pernah memiliki dokumen lingkungan sebelumnya atau ingin melakukan perbaikan pada instalasi pengelolaan limbahnya sehingga mewajibkan merubah dokumen Persetujuan Teknisnya.

No Responses